Selasa, 15 Desember 2009

Isi Perut Hari Ini

Hari ini saya sarapan kira-kira jam setengah sepuluh. Seselesai ujian hukinter, saya keluar dari kampus dan berjalan beberapa belas meter menuju Warkop Gembul. Pagi itu Gembul cukup lengang. Dengan cekatan seorang perempuan melayani saya, mencidukkan ke atas piring setengah porsi nasi kuning, sedikit telur dadar, kering kentang, mentimun, dan sambal. Saya minta tambah suiran ayam pedas, dan sebiji perkedel jagung. "Minumnya?" "Teh tawar aja." Total lima ribu lima ratus rupiah. Saya melahapnya cepat-cepat di atas meja yang tidak terlalu penuh dirubungi lalat.

Lalu makan siang dilakukan pada pukul setengah dua belas di rumah. Sekembalinya ke rumah, saya langsung menghampiri meja makan. Menemukan ada sayur kubis, bala-bala setengah matang, daaan pepes ikan! Dari presentasinya cukup jelas kalau pepes ikan ini bukan produksi orang rumah. Saya mengambil sedikit nasi, sedikit sayur kubis, sebuah bala-bala, dan sedikit pepes ikan. Usai makan saya tidur-tiduran di karpet ruang keluarga sambil menonton DVD, tak makan waktu lama sebelum akhirnya tidur betulan. Sempat terbangun ketika DVD selesai, saya melanjutkan tidur di kamar. Baru beberapa menit, kakak saya menanyakan perihal keberadaan STNK.

"Di kantongku," jawab saya, tetapi terlalu ngantuk untuk mengambil dompet di saku dan mengeluarkan STNK. Kakak saya maklum dan menutup pintu. Beberapa saat kemudian saya merogoh saku, mengeluarkan STNK, dan berteriak, "Mas STNK di sini!" Tidak ada tanggapan, saya berteriak lagi, "Mas STNK di sini!" Pintu kamar terbuka dan kakak saya yang sudah berjaket dan siap berangkat mengambil STNK yang sudah saya sodorkan. Setelah pintu kembali tertutup, saya pun jatuh tidur.

Ketika bangun jam tiga siang, saya menyalakan komputer. Mulai terpikir untuk menulis tentang hari yang penting ini, tetapi dengan cara dan persepsi yang berbeda dengan apa yang biasa saya tulis di blog ataupun buku harian saya: lebih trivial, lebih tidak memikirkan hubungan antara sebuah kejadian dengan kejadian lainnya. Browsing-browsing dua jam, saya lalu mandi dan makan malam. Menu makan malam saya sama dengan makan siang, hanya saja sayurnya lebih banyak dan pepesnya lebih sedikit.

Kakak saya lalu pulang dan memakai komputer. Saya menonton berita sejenak, lalu membaca. Beberapa saat setelahnya, tiba-tiba mulut saya ingin yang manis-manis. "Aku?" kakak saya menawarkan diri untuk dimakan. Namun, saya ke Toko Barokah dan membeli dua buah cokelat Beng-Beng. Satu saya berikan buat kakak saya, satu lagi untuk saya. Sempat mencoba membuat posting tentang hari ini, saya menghapusnya karena jadinya tidak sesuai niatan. Dua paragraf awalnya saja terlalu gelap, saya tidak kuat bila harus meneruskannya sampai akhir. Beberapa jam kemudian saya mendapat pencerahan tentang bagaimana hari ini seharusnya ditulis. Dan saya pun menulis entri blog ini sambil menyesap teh hangat tawar.

Hari ini adalah hari terakhir di semester tujuh.

Minggu, 13 Desember 2009

Reportase: Semalam Lagi Bersama Eliana

Sekitar tujuh puluh orang hadir saat Budi Warsito, pengelola Rumah Buku/Kineruku, membuka acara. Hujan turun rintik-rintik. Tidak besar, tetapi terasa. Hanya segelintir pengunjung yang duduk di atas karpet yang digelar di atas hamparan rumput, karena kebanyakan lebih memilih berdesakan di teras belakang yang dinaungi atap. Beberapa laron terbang di dekat layar. Perangkat pemutar film sudah diselubungi plastik.

“Mungkin kalau orang sebanyak ini berdoa bersama-sama dalam hati masing-masing, hujan nggak jadi deras,” tukas Budi, meyakinkan pengunjung serta dirinya sendiri.

Sabtu petang (28/11), di Jalan Hegarmanah 52, Kineruku Special Screening diselenggarakan dalam suasana nostalgia. Rumah Buku/Kineruku mengajak para penikmat film di Bandung menengok ke belakang, untuk sekali lagi melihat film Eliana, Eliana (2002) yang pernah berlayar di bioskop-bioskop Indonesia kurang lebih tujuh tahun silam. Menyimak kembali Eliana, Eliana, pengunjung tak hanya bisa melakukan retrospeksi terhadap karya-karya para pembuat filmnya, namun juga berkesempatan mengukur sejauh mana sejarah film Indonesia melangkah sejak dirilisnya film ini. Apalagi kali ini hadir pula pembuat filmnya: Riri Riza dan Prima Rusdi.

Jam tujuh malam para penonton lantas bertemu dan berkenalan lagi dengan Eliana (Rachel Maryam). Gadis itu baru saja menendang ... (foto acara dan lanjutannya bisa dicek di sini)

(Reportase ini dibuat untuk Rumah Buku/Kineruku. Menulisnya cukup susah karena sebetulnya masih banyak lagi yang bisa ditulis. Penutupannya dibuat terburu-buru, supaya cepat bisa dikirim. Sempat kaget juga waktu membacanya lagi ternyata ada kata merubah, bukannya mengubah! Padahal saya tahu itu salah sejak kecil! Majalah Bobo pernah membahas perihal salah kaprah ini dengan gambar rubah sebagai ilustrasi. Untung saja ketika saya cek di webzine, yang tertera adalah kata mengubah. Terima kasih, Editor!)