Selasa, 21 Mei 2013

Latel dan Kerajinan

 
Pada suatu akhir pekan, di sebuah kota yang kita kenal, mobil dan motor tumpah ke jalan ibarat air hujan.


Akibatnya  banyak orang yang terlambat memenuhi janji pertemuannya. Salah satunya adalah Latel. Teman kita ini datang telat ke workshop kerajinan tangan yang hendak diikutinya. 


Latel merupakan kependekan dari KepaLA TELur. Begitu masuk ke ruang workshop ia mendapati semua peserta sudah sibuk dengan kerajinan masing-masing.


Pemandangan tersebut membuat Latel merasa diburu-buru. Baru saja berpindah dari jalan ke dalam ruangan, saat ini ia merasa seperti mengikuti dua lomba lari sekaligus. Sama seperti kulit telur, ketenangan Latel mudah retak dalam tekanan tinggi. Sama seperti telur, ia pun sulit bertumpu pada permukaan keras. Latel bingung apa yang mesti dilakukannya terlebih dahulu.


Seorang guru workshop rupanya mengendus kebingungan Latel. Laki-laki bertopi ini kerap menghampirinya untuk menawarkan bantuan.

 

“Bagaimana Mas? Ada kesuliten?”


Latel pun menanyakan tahapan-tahapan pembuatan kerajinan yang belum dimengertinya. Ia berupaya mengikuti setiap arahan guru workshop. Namun, tetap saja tak dapat mengikuti kecepatan kerja peserta lainnya. Setiap guru workshop kembali menghampirinya, Latel merasa agak mengecewakan gurunya.

 
Perasaan itu tidak enak. Latel ingin cepat-cepat pulang supaya bisa melanjutkan pekerjaannya di rumah.

***



Di rumah, suasananya berbeda dengan di tempat workshop. Latel dikelilingi oleh hal-hal yang akrab dengannya. Ia bisa bekerja tanpa memikirkan batasan waktu.


 Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam berlalu. Latel berpikir membuat kerajinan sendirian lebih enak karena ia menentukan kecepatan kerjanya dengan sedikit pengaruh orang lain.


Namun, di tengah jalan tiba-tiba Latel berjumpa dengan Tanda Tanya-Tanda Tanya. Mereka semua mengangkat alis tinggi-tinggi seakan ... bertanya. “Mengapa kotaknya berantakan begini?” “Aduh, sidewing-nya kok nggak simetris, ya?” “Bagaimana supaya lantainya bertekstur?” “Apakah kombinasi warna ini serasi?”

 
Para Tanda Tanya datang bertubi-tubi. Sendiri menghadapi mereka, Latel mulai kesulitan melanjutkan pekerjaannya.



Latel merasa melakukan setiap langkah secara salah. Semua warna yang dipilihnya serasa bertubrukan! Latel ingin berhenti membuat kerajinannya!



 ***
 
Latel pun berhenti. "Mungkin sudah waktunya istirahat," pikirnya. Sambil melamun, ia teringat Marie Curie. Latel tidak tahu banyak tentang Kimia, tetapi ia cukup yakin: dalam menemukan Polonium dan Radium, Marie Curie tentu tidak menyerah pada hari pertamanya bekerja.

 
Lagipula, apa yang dikerjakan Latel tidak serumit yang dikerjakan Marie Curie. Kalau saja kakek kesayangannya masih hidup, mungkin beliau akan mengulangi lagi sebuah bujukannya yang khas, “Sedikit lagi saja … “


Dan Latel pun teringat dengan guru workshop-nya.


 Sepertinya ia belum setua Marie Curie maupun kakeknya. Namun Latel merasakannya telaten juga. Latel percaya guru itu sudah kenal dan akrab dengan Tanda Tanya-Tanda Tanya yang menghampiri dirinya.


***

Sampai sekarang, Latel masih juga mengerjakan kerajinannya: sebuah kotak teater. Besok, ketika selesai, ia berencana berangkat lebih cepat untuk menemui guru dan teman-teman peserta workshop-nya ketika jalanan masih kosong.


Untuk itu, Latel harus lebih rajin lagi.


***



(Kotak teater tersayang milik saya ini mulai dibuat pada workshop Toy Theatre pada Crafty Days #7 Tobucil. Pada sesi yang saya ikuti, pembimbingnya adalah Mbak Ria dan Mas Wulang dari Papermoon Puppet Theatre. Waktu itu saya fresh dari membaca Notti dan Kawan-Kawan, cerita ini banyak terinspirasi dari komik itu : ) )