Pada suatu akhir pekan, di sebuah kota yang kita kenal, mobil dan motor
tumpah ke jalan ibarat air hujan.
Akibatnya banyak orang yang terlambat memenuhi
janji pertemuannya. Salah satunya adalah Latel. Teman kita ini datang telat ke workshop kerajinan tangan yang hendak
diikutinya.
Latel merupakan kependekan dari KepaLA TELur. Begitu masuk ke ruang workshop ia mendapati semua peserta sudah sibuk dengan kerajinan masing-masing.
Pemandangan tersebut membuat
Latel merasa diburu-buru. Baru saja berpindah dari jalan ke dalam ruangan, saat ini ia merasa
seperti mengikuti dua lomba lari sekaligus. Sama seperti kulit telur, ketenangan Latel mudah
retak dalam tekanan tinggi. Sama seperti telur, ia pun sulit
bertumpu pada permukaan keras. Latel bingung apa yang mesti dilakukannya terlebih dahulu.
Seorang guru workshop rupanya mengendus kebingungan Latel. Laki-laki bertopi ini kerap menghampirinya untuk menawarkan bantuan.
“Bagaimana Mas? Ada kesuliten?”
Latel pun menanyakan tahapan-tahapan pembuatan kerajinan yang belum dimengertinya. Ia berupaya mengikuti setiap arahan guru workshop. Namun, tetap saja tak
dapat mengikuti kecepatan kerja peserta lainnya. Setiap guru workshop kembali menghampirinya, Latel merasa agak
mengecewakan gurunya.
Perasaan itu tidak enak. Latel ingin
cepat-cepat pulang supaya bisa melanjutkan pekerjaannya di rumah.
***
Di rumah, suasananya berbeda
dengan di tempat workshop. Latel
dikelilingi oleh hal-hal yang akrab dengannya. Ia bisa bekerja tanpa memikirkan
batasan waktu.
Detik demi detik, menit demi menit,
jam demi jam berlalu. Latel berpikir membuat kerajinan sendirian lebih enak karena ia
menentukan kecepatan kerjanya dengan sedikit pengaruh orang lain.
Namun, di tengah jalan tiba-tiba
Latel berjumpa dengan Tanda Tanya-Tanda Tanya. Mereka semua mengangkat alis
tinggi-tinggi seakan ... bertanya. “Mengapa
kotaknya berantakan begini?” “Aduh, sidewing-nya kok nggak simetris, ya?” “Bagaimana supaya lantainya bertekstur?” “Apakah kombinasi
warna ini serasi?”
Para Tanda Tanya datang bertubi-tubi. Sendiri menghadapi mereka, Latel
mulai kesulitan melanjutkan pekerjaannya.
Latel merasa melakukan setiap langkah secara salah. Semua warna yang dipilihnya serasa bertubrukan! Latel ingin
berhenti membuat kerajinannya!
***
Latel pun
berhenti. "Mungkin sudah waktunya istirahat," pikirnya. Sambil melamun,
ia teringat Marie Curie. Latel tidak tahu banyak tentang Kimia, tetapi ia cukup
yakin: dalam menemukan Polonium dan Radium, Marie Curie
tentu tidak menyerah pada hari pertamanya bekerja.
Lagipula, apa yang dikerjakan Latel
tidak serumit yang dikerjakan Marie Curie. Kalau saja kakek kesayangannya masih
hidup, mungkin beliau akan mengulangi lagi sebuah bujukannya yang khas, “Sedikit lagi saja … “
Dan Latel pun teringat dengan
guru workshop-nya.
Sepertinya ia belum setua
Marie Curie maupun kakeknya. Namun Latel merasakannya telaten juga. Latel percaya guru itu
sudah kenal dan akrab dengan Tanda Tanya-Tanda Tanya yang menghampiri dirinya.
***
Sampai sekarang, Latel masih juga mengerjakan kerajinannya: sebuah kotak teater. Besok, ketika selesai, ia berencana berangkat lebih cepat untuk menemui guru dan teman-teman peserta workshop-nya ketika jalanan masih kosong.
Untuk itu, Latel harus lebih rajin lagi.
***
(Kotak teater tersayang milik saya ini mulai dibuat pada workshop Toy Theatre pada Crafty Days #7 Tobucil. Pada sesi yang saya ikuti, pembimbingnya adalah Mbak Ria dan Mas Wulang dari Papermoon Puppet Theatre. Waktu itu saya fresh dari membaca Notti dan Kawan-Kawan, cerita ini banyak terinspirasi dari komik itu : ) )