Yudi, aku pernah cerita kalau aku sering dikunjungi orang yang akan meninggal dalam mimpiku. Nah, semalam aku mimpi kau datang berpamitan.
***
Jujur, aku tak ingat lagi mengapa aku pernah suka padamu. Dalam kencan-kencan kita, dalam pembicaraan telepon berjam-jam, yang kau sebut-sebut hanyalah betapa malangnya dirimu.
Aku bosan mendengar kisah perceraian orang tuamu. Entah berapa belas kali aku mendengarnya. Asal kau tahu, aku pernah sangat ingin menguap ketika kau sampai pada bagian di mana ibumu menikah lagi. Bagaimana ayah tirimu kerap menyentuhmu di bagian yang tak seharusnya.
Tidak hanya itu, aku khatam dengan kecemburuanmu dengan adik tiri dari ayahmu. Bagaimana ia lebih pintar dan disayang. Aku juga muak dengan kegagalanmu menyelesaikan kuliah. Setiap kali kutanya, jawabanmu selalu menyalahkan dosen-dosen yang katamu adalah para pembual yang tak betul-betul tahu apa yang mereka katakan.
Bagimu dunia adalah gudang sempit, gelap, dan penuh kotoran. Yang senang di dalamnya hanyalah tikus-tikus yang mencari sesuatu untuk dikerat.
Ketika kita putus, kau bilang aku adalah sosok penuh kepura-puraan yang terlalu takut untuk jadi diri sendiri. Namun menurutku, memutuskanmu adalah keputusan terbaik yang pernah kubuat. Saat itulah aku betul-betul menjadi aku. Bukan boneka yang hanya diam saja kau jejali ceritamu.
Dulu kau sering bilang, "Mending aku mati saja. Aku mau mati." Sekarang aku ingin mengucapkan selamat. Besok keinginanmu tercapai. Sampaikan salamku pada sang pencipta.
Bujet, dah, serem bener. Nggak elu, nggak Nia, mengantar kematian orang dengan serem.
BalasHapusBut good one, Dik. Kemuakannya kerasa bgt. Jangan2 lu lagi muak beneran di kenyataan ...
*drive gosip bangkit*
Nggak, lah.. Jangan deh gw muak sama sesuatu sampai segininya!
BalasHapus