Rabu, 29 April 2009

Reader's Block

Entah mengapa saya merasa buku 2 in 1-nya Muriel Spark, Aiding and Abetting & The Go-Away Bird, tidak bakalan habis sebagaimanapun usaha saya membacanya. Buku setebal 180 halaman ini selalu saya baca ketika menunggu kuliah dimulai, di sela-sela kuliah semi-membosankan, sesaat menjelang tidur, sambil makan pizza tipis di Zoe, sebelum pertemuan writers' circle di Reading Lights. Sialnya sampai hari ini pembatas buku masih terselip di antara halaman 140 dan 141. Saya mulai frustrasi.

Iseng-iseng, waktu kuliah Global Issues tadi siang saya membuat daftar alasan mengapa sulit sekali menamatkan sebuah buku. Intinya, hal ini terjadi apabila:
1. Secara teknis buku tersebut memiliki banyak: salah ketik, salah eja, salah tanda baca, atau halaman yang rusak.
2. Tidak cocok dengan gaya menulis si penulisnya. Saya kurang suka dengan buku yang pemilihan katanya mendayu-dayu/ribet, serta menggunakan seksualitas dan kekerasan sebagai sensasi.
3. Secara fisik buku itu: terlalu tebal, hurufnya terlalu kecil, spasinya terlalu dekat, kertasnya terlalu putih dan memantulkan cahaya, atau kertasnya terlalu kuning.
4. Sedang lebih memilih nonton film, internetan, dan menulis.
5. Topiknya tidak terlalu disuka. Tentang Hubungan Internasional, misalnya.
6. Baik karakter dalam tulisan maupun pengarangnya bersikap terlalu politically correct tanpa memberikan alasan jelas mengapa mereka seperti itu. Sulit mengidentifikasikan diri dengan mereka.
7. Sedang ada kejadian dalam hidup yang lebih menarik daripada jalan cerita di buku.
8. Tidak memiliki teman untuk mendiskusikan buku yang sedang dibaca.
9. Buku yang sedang dibaca gaya penulisannya berubah 180 derajat dari buku yang sebelumnya dibaca. Ini yang menimpa saya sekarang, di mana sebelumnya saya membaca novel karya Haruki Murakami yang deskripsinya kaya sementara Muriel Spark deskripsinya lebih simpel dan komikal.
10. Ada dua sisi yang dimiliki kegiatan membaca buku. Pertama, membaca bisa mendorong kita untuk lebih terlibat dalam kehidupan kita. Namun, membaca juga dapat dijadikan pelarian atas masalah yang sedang dialami. Apabila membaca terus-menerus dijadikan pelarian, lama-lama buku yang dibaca hanya akan menjadi dekorasi mati yang tidak memberikan manfaat apapun bagi kehidupan. Semakin sulit untuk menanggapi bacaan dengan serius.
11. Ada banyak buku yang mengantri untuk dibaca sehingga sulit menentukan akan memulai membaca dari mana. Muncul rasa gampang menyerah, di mana apabila tidak cocok dengan satu buku maka akan segera pindah ke buku yang lain. Memiliki, memegang, dan membaca sebuah buku bukan lagi merupakan hal istimewa sehingga dilakukan setengah-setengah.

Saya jadi teringat cerpen/resensi yang ditulis setelah menyelesaikan membaca Kafka on the Shore. Idealnya begitulah yang saya harapkan setelah menamatkan sebuah buku: ada pesan yang didapatkan dari buku, ada diskusi dengan orang yang disuka, dan ada nasi goreng hangat.

4 komentar:

  1. Hmmm ... masukan buat orang-orang yg mau bikin buku ... hehehe ...

    BalasHapus
  2. gw udah beresin hear the wind sing dan novel2 lain (yg sepertinya ga mungkin ada di list must-read-books lu). skrg gw lagi baca tears of the giraffe. mungkin abis itu gw mau baca life and times of michael k ato disgrace.

    BalasHapus
  3. @Dea: Maksudnya nggak gitu, sih. Gw lagi pengen misuh-misuh aja, hahaha.

    @Begy: Gw sendiri masih ada beberapa buku yang pengen ditamatin: Muriel Sparks ini, On the Road-nya Jack Kerouac, dan An Equal Music-nya Vikram Seth. Belum ada keinginan baca Michael K. Maybe later.

    BalasHapus
  4. Kalau gue.. ada buku yang gue gak suka berdasarkan jenisnya: buku2 motivasi dan self-help.

    BalasHapus