Kemarin saya memeriksa obral buku yang diadakan di Baca-Baca Bookmart di Sasana Budaya Ganesha. Setelah selama kurang lebih satu jam melihat-lihat, saya mendapati tidak ada sedikitpun keinginan untuk membeli sebuah buku pun. Memang buku-buku yang diobral adalah buku-buku terbitan KPG yang kualitasnya tidak usah diragukan lagi. Namun, namanya juga buku obral, judul-judul yang ditawarkan agak kurang menarik. Misalnya Anna Karenina-nya Leo Tolstoy yang harganya dibanting sampai sepuluh ribu rupiah. Bukannya tidak menghargai karya-karya klasik, tetapi *aduh* bukannya lebih baik membeli buku bekas terjemahan Bahasa Inggrisnya yang dapat ditemukan di mana-mana?
Belakangan saya lebih rela membelanjakan uang demi buku-buku bekas berbahasa Inggris daripada buku-buku terjemahan baru berbahasa Indonesia. Alasannya:
Belakangan saya lebih rela membelanjakan uang demi buku-buku bekas berbahasa Inggris daripada buku-buku terjemahan baru berbahasa Indonesia. Alasannya:
1) Tidak perlu merisaukan bagaimana kualitas terjemahan. Ada beberapa buku yang terjemahannya saya sukai, seperti The Kite Runner dan Middlesex oleh Berliani Nugrahani dan serial Lemony Snicket's yang belakangan diterjemahkan Donna Angela. (Konon terjemahan The Catcher in the Rye juga bagus, ada yang pernah baca versi Bahasa Indonesianya?) Namun banyak juga buku yang terjemahannya mengecewakan, seperti Misteri Soliter-nya Jostein Gaarder dan Gempa Waktu-nya Kurt Vonnegut di mana umpatan 'piece of shit' diterjemahkan menjadi 'seperiuk tai'.
2) Proses penerjemahan sebuah buku memakan waktu lama. Penerbit biasanya hanya menerjemahkan buku-buku yang klasik dan atau sudah terbukti laris manis di pasaran internasional. Kecuali penulisnya sudah memiliki nama dan serialnya terbukti meledak di Indonesia. (J.K. Rowling dan Harry Potter.) Alhasil buku yang diterjemahkan biasanya kurang lengkap dan up to date. Contoh: sejak pertama kali diterbitkan buku pertamanya pada tahun 2003, sampai sekarang serial Lemony Snicket's berbahasa Indonesia belum rampung juga. Padahal di luaran sana, serial ini sudah berakhir dengan buku ketigabelasnya yang terbit pada tahun 2006! Sementara itu buku bekasnya banyak bergelimpangan di english used bookstores terdekat. Saya jadi bertanya-tanya, seberapa sulit sih proses yang dilalui penerbit lokal untuk membeli hak penerjemahan buku-buku berbahasa asing?
3) Kadang-kadang desain cover buku terjemahan agak-agak mengecewakan. Mungkin penerbit harus membayar lebih untuk bisa menerbitkan buku dengan tetap menggunakan desain cover terbitan aslinya. Untuk menghemat biaya, penerbit lantas menggunakan desainer yang mungkin belum bisa menerjemahkan substansi buku ke dalam ilustrasi cover. Saya bahkan pernah melihat buku yang covernya meng-copy and paste foto Celine dan Jesse dari film Before Sunrise, entah itu buku terjemahan atau bukan. Entah itu melanggar hak cipta atau tidak. Contoh transformasi desain cover yang bikin gregetan:
4) Kualitas kertas buku-buku bekas berbahasa Inggris seringkali malah lebih bagus daripada buku terjemahan baru berbahasa Indonesia. Untuk menghemat biaya produksi, acap kali penerbit menggunakan kertas buram. Padahal *aduh* sama sekali tidak enak membaca karya-karya klasik lewat kertas buram. Kalau bukan buram, maka kertas yang digunakan adalah kertas putih yang kelewat tipis.
5) Jalan-jalan di toko buku bekas berbahasa Inggris itu lumayan menyenangkan. Saya tidak pernah tahu buku apa yang nantinya akan ditemukan dan dibawa pulang. Tujuh puluh persen koleksi Alexander McCall Smith saya didapatkan dari belanja di toko buku bekas. Itu pun seri yang belum diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Dan yang terpenting, harga buku bekas biasanya lebih murah daripada harga buku baru.
6) Membaca buku-buku berbahasa Inggris sedikit banyak memperlancar saya menggunakan bahasa tersebut dan menambah perbendaharaan kata.
Sebetulnya saya merasa tindakan saya ini tidak suportif terhadap usaha penerjemahan karya-karya klasik ke dalam Bahasa Indonesia. Tindakan saya juga tidak menunjukkan dukungan pada toko buku-toko buku independen yang jualannya kebanyakan buku-buku baru berbahasa Indonesia, buku-buku terjemahan baru berbahasa Indonesia. Namun selama kualitas penerjemahan lokal mengecewakan, rasanya semakin malas saja membeli buku-buku terjemahan berbahasa Indonesia.
Iya, Dik, cover versi Indonesianya emang nggak banget ... kayak buku kesehatan.
BalasHapusKarena tulisan 'Labirin Asmara Ibu dan Anak'-nya ya?
BalasHapusMas Andika, bila anda peminat buku2 bekas berbahasa Inggris, silahkan kunjungi www.buku2bekas.co.cc
BalasHapusSiapa tahu ada buku-buku yang anda cari
Udah saya cek, tengkyu infonya.
BalasHapus