Kemarin saya mendengar bahwa keponakan seorang teman saya meninggal dunia setelah dilahirkan kemarin dari kandungan yang baru berusia enam setengah bulan. Saya mengirim pesan pendek turut berduka cita yang mungkin tidak berarti apa-apa baik bagi saya, teman saya, maupun keluarganya. Memang saya belum mengenal mereka dengan baik.
Kemarin malam saya membaca posting di blog teman saya itu. Ia menulis sebuah dialog yang mungkin terjadi antara keponakannya yang baru meninggal dengan Tuhan. Entah seberapa banyak, tetapi saya merasa tersentuh. Tulisannya mengingatkan saya pada lagu Bright Eyes yang berjudul First Day of My Life. Lirik lagu berirama folk ini merupakan sebuah monolog yang mungkin disampaikan bayi yang baru lahir kepada ibunya. Begini:
This is the first day of my life
Swear I was born right in the doorway
I went out in the rain, suddenly everything changed
They're spreading blankets on the beach
Yours was the first face that I saw
I think I was blind before I met you
I don't know where I am, I don't know where I've been
But I know where I want to go
So I thought I'd let you know
That these things take forever, I especially am slow
But I realized how I need you
And I wondered if I could come home
Remember the time you drove all night
Just to meet me in the morning?
And I thought it was strange, you said everything changed
You felt as if you just woke up
And you said
"This is the first day of my life
Glad I didn't die before I met you
Now I don't care, I could go anywhere with you
And I'd probably be happy"
So if you want to be with me
With these things there's no telling
We'll just have to wait and see
But I'd rather be working for a paycheck
Than waiting to win the lottery
Besides, maybe this time is different
I mean, I really think you like me
Terlepas dari apa yang dialami teman saya dan keluarganya, saya suka bagian "But I'd rather be working for a paycheck, than waiting to win the lottery". Seperti menyampaikan pesan bahwa hubungan yang membahagiakan antara orang tua dengan anaknya, seperti hubungan lainnya, hanya bisa terjadi apabila kedua pihak bekerja sama untuk mewujudkan hubungan yang membahagiakan itu. Hubungan darah tidak lantas membuat dua orang saling mengerti, membantu, dan berkomunikasi.
Tujuan yang salah apabila memiliki anak dilakukan untuk memenuhi tuntutan status sosial, karena 'ingin bahagia', atau malah 'melengkapi biduk rumah tangga'. Memangnya catur?
Sejauh pengamatan saya, memiliki anak sebaiknya dilakukan apabila orang tua memang berkomitmen untuk membesarkan keturunannya dengan nilai-nilai yang mereka percayai. Tentunya ini adalah keadaan ideal, sementara di dalam realitas banyak anak-anak yang terlahir dilatarbelakangi situasi yang jauh dari ideal.
Setiap anak terlahir dengan membawa harapan orang tuanya. Beberapa harapan tersebut seperti kandas hanya sesaat setelah anak itu dilahirkan, sedangkan beberapa yang lainnya baru kandas berpuluh-puluh tahun setelah si anak lahir ke dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar