Rabu, 25 Maret 2009

When I Whistle

When I Whistle saya dapat dari book fair-nya anak-anak Fakultas Ekonomi Unpar setahunan yang lalu. Saya membelinya dari stand Periplus Bookstore. Terjemahan novel Jepang ke bahasa Inggris dengan kondisi lumayan dibandrol seharga 5000 perak saja, siapa yang rela melewatkannya?


Harga yang murah itu ternyata membuat saya cukup lama menunda-nunda membaca novel ini. Biasalah, saya cenderung kurang menghargai hal-hal yang didapat dengan mudah. Namun, When I Whistle (diterjemahkan Van C. Gessel) sama sekali tidak mengecewakan. Penulisnya, Shusaku Endo, ternyata telah mendapatkan berbagai penghargaan literatur di Jepang sana, antara lain Akutagawa Prize (yang juga pernah dimenangkan peraih Nobel Sastra 1994, Kenzaburo Oe; dan penulis thriller psikologis, Ryu Murakami), Tanizaki Prize (yang pernah dimenangkan novelis favorit saya, Haruki Murakami pada 1985), dll.

Novel ini berlatarkan Jepang pada dua periode: sebelum perang dan saat ini (When I Whistle terbit di Jepang pada tahun 1974). Tokoh utamanya adalah pasangan ayah dan anak yang berlainan sifat, Ozu dan Eiichi. Kehidupan Ozu sebagai remaja mewakili situasi Jepang pada masa yang lebih sederhana: masa di mana Nada Middle School masih menerima siswa-siswa bodoh berhati baik; dan ketika anak perempuan tidak berbicara dengan anak laki-laki. Sementara itu kehidupan Eiichi berpusat di sebuah rumah sakit lengkap dengan segala politiknya. Dokter Eiichi yang ambisius meraih apa yang diinginkannya dengan mendorong keluar siapapun yang menghalangi jalannya. Ia mengkhianati koleganya yang jujur, menyingkirkan perawat yang pernah menjadi kekasihnya, dan berusaha mendekati putri direktur rumah sakit demi mengamankan posisinya. Sementara Eiichi menyalahkan Ozu karena tidak memiliki tempat dalam lingkungan kelas atas Jepang, Ozu menyalahkan Eiichi karena tidak bertanggung jawab kepada pasiennya.

Mau tak mau saya membandingkan karya Shusaku Endo ini dengan karya-karya penulis kesukaan saya, Haruki Murakami. Saya mendapati keduanya memberikan kritik terhadap modernisme. Bagaimana modernisasi yang berlangsung di Jepang menghapus banyak nilai-nilai yang justru menjaga otonomitas manusianya. Walaupun demikian, gaya menulis keduanya berbeda jauh. Apabila tulisan Murakami sureal dan banyak mencantumkan referensi pop, maka dunia dalam tulisan Endo terasa lebih dekat dan serius menganalisis pilihan moral yang diambil para karakternya.

3 komentar:

  1. yang pernah dimenangkan novelis favorit saya, Haruki Murakami

    v
    v
    v

    ih..

    BalasHapus
  2. Jangankan elu, gw sendiri juga jijik dan merasa jorok sendiri.

    Harusnya ada peraturan yang mengatur supaya novel2 Haruki Murakami didistribusikan kepada orang2 yang keren aja.

    BalasHapus
  3. Seharusnya didistribusikan suka berdasarkan tulisan. Efek suka karena direkomendasikan orang yang disuka itu rada bias :P

    Eits. Jangan dihapus :D :D

    BalasHapus